Tuesday, October 20, 2009

Di Atas Sajadah Cinta (3)


Keesokan harinya.

Selesai solat Dhuha, Zahid meninggalkan masjid menuju ke pinggir kota. Ia hendak menziarahi saudaranya yang sakit. Ia berjalan dengan hati terus berzikir membaca ayat ayat suci Al-Qur'an. Ia singgah sebentar di pasar untuk membeli anggur dan epal buat saudaranya yang sakit.

Zahid berjalan melalui kebun kurma yang luas. Saudaranya pernah bercerita bahawa kebun itu milik saudagar kaya. Abu Afirah. Ia terus melangkah menapaki jalan yang membelah kebun kurma itu. Tiba tiba dari kejauhan ia melihat titik hitam. Ia terus berjalan dan titik hitam itu semakin membesar dan mendekat. Matanya lalu menangkap di kejauhan sana perlahan lahan bayangan itu menjadi seorang yang sedang menunggang kuda. Lalu sayup sayup telinganya menangkap suara :

"Toloong! Toloong!!"

Suara itu datang dari arah penunggang kuda yang berada jauh di depannya. Ia menghentikan langkahnya. Penunggang kuda itu semakin jelas.

"Toloong! Toloong!!"

Suara itu semakin jelas terdengar. Suara seorang perempuan. Dan matanya dengan jelas dapat menangkap penunggang kuda itu adalah seorang perempuan. Kuda itu berlari kencang.

"Toloong! Toloong hentikan kudaku ini! Ia tidak boleh dikendalikan!"

Sebaik saja mendengar jeritan tolong itu Zahid terasa tegang. Apa yang harus ia perbuat. Sementara kuda itu semakin dekat dan tinggal beberapa belas meter di depannya. Cepat cepat ia menenangkan diri dan membaca salawat. Ia berdiri tegap di tengah jalan. Ketika kuda itu sudah sangat hampir, ia mengangkat tangan kanannya dan berseru dengan kuat :

"Hai kuda makhluk Allah, berhentilah dengan izin Allah!"

Bagai pasukan mendengar perintah panglimanya, kuda itu merigkik dan berhenti seketika. Prempuan yang berada di atas punggungnya terpelanting jatuh. Perempuan itu mengaduh. Zahid mendekati perempuan itu dan menyapanya :

"Assalamu'aklaiki. Kau tidak apa apa?"

Perempuan itu mengaduh. Mukanya tertutup purdah hitam. Dua matanya yang bening menatap Zahid. Dengan sedikit merintih ia menjawab perlahan.

"Alahamdulillah, tidak apa apa. Hanya saja tangan kananku sakit sekali. Mungkin terseliuh waktu jatuh."

"Syukurlah kalau begitu."

Dua mata bening di sebalik purdah itu terus memandangi wajah tampan Zahid. Meyedari hal itu Zahid menundukkan pandangannya ke tanah. Perempuan itu perlahan bangkit. Tanpa sepengetahuan Zahid, ia membuka purdahnya. Dan nampaklah wajah cantik nan mempesona.

"Tuan, saya ucapkan terima kasih. Kalu boleh tahu siapa nama Tuan, dari mana dan mahu ke mana Tuan?"

Zahid mengangkat mukanya. Tak lalai matanya menatap wajah putih bersih mempesona. Hatinya bergetar hebat. Saraf dan ototnya terasa dingin semua. Inilah untuk pertama kalinya ia menatap wajah gadis jelita dari jarak yang sangat dekat. Sesaat lamanya keduanya beradu pandang. Sang gadis terpesona oleh ketampanan Zahid, sementara gemuruh hati Zahid tidak kalah hebatnya. Gadis itu tersenyum dengan pipi merah merona, Zahid tersedar, ia cepat cepat menundukkan kepalanya. "Inna lillah. Astaghfirullah", gemuruh hatinya.

"Namaku Zahid, aku dari masjid mahu mengunjungi saudaraku yang sakit."

"Jadi, kaukah Zahid yang sering dibicarakan orang itu? Yang hidupnya cuma di dalam masjid?"

"Tak tahulah. Itu mungkin Zahid yang lain", kata Zahid sambil membalikkan badan. Ia lalu melangkah.

"Tunggu dulu Tuan Zahid! Kenapa tergesa gesa? Kau mahu ke mana? Perbincangan kita belum selesai!"

"Aku mahu meneruskan perjalananku!"

Tiba tiba gadis itu berlari dan berdiri di hadapan Zahid. Terang saja Zahid menggelabah. Hatinya bergetar hebat menatap aura kecantikan gadis yang ada di depannya. Seumur hidup ia belum pernah menghadapi situasi seperti ini.

"Tuan, aku hanya mahu beritahu, namaku Afirah. Kebun ini milik ayahku. Dan rumahku ada di sebelah selatan kebun ini. Jika kau mahu, silakan datang ke rumahku. Ayah pasti akan senang dengan kehadiranmu. Dan sebagai ucapan terima kasih, aku mahu menghadiahkan ini."

Gadis itu lalu menghulurkan tangannya memberi sapu tangan hijau muda.

"Tidak usah."

"Terimalah, tidak apa apa! Kalau Tuan tidak terima, aku tidak akan memberi jalan!"

Terpaksa Zahid menerima sapu tangan itu. Gadis itu lalu meninggalkannya sambil menutup kembali mukanya dengan purdah. Zahid melangkahkan kedua kakinya meneruskan perjalanan.

akan bersambung... (psstt bila aku ada kelapangan...)

0 comments:

Post a Comment